- Home >
- MAKALAH HISTOGRAFI
Posted by : Unknown
Selasa, 21 Oktober 2014
MAKALAH
FASE-FASE PERKEMBANGAN HISTORIOGRAFI DI INDONESIA
Disusun
Oleh :
MUSLIM
MA AL-ISHLAH LAKSANA PANDEGLANG
Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah
Subhanahu wata?ala, karena berkat rahmat-Nya kami bisa menyelesaikan makalah
yang berjudul fase-fase perkembangan historiografi di Indonesia. Makalah ini
diajukan guna memenuhi tugas.
Kami
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga
makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami
harapkan demi sempurnanya makalah ini.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi
masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu
pengetahuan bagi kita semua.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................. 1
A. Latar Belakang ................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................ 1
BAB II
PEMBAHASAN.............................................................................. 2
A. Pengertian Histografi........................................................................... 2
B. Perkembangan Histografi di Indonesia............................................... 2
BAB III PENUTUP...................................................................................... 9
A. Kesimpulan.......................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 10
ii
BAB
I
PENDAHULUAN
A
Latar
Belakang
Indonesia merupakan sebuah negara yang memiliki peradaban yang cukup tinggi.
Hal itu dapat dilihat dari peninggalan-peninggalan dari masa lampau yang sangat
menkajubkan. Nenek moyang bangsa Indonesia telah mewarisi Peradaban yang luhur
untuk dipelajari sebagai ilmu pengetahuan. Beberapa warisan tesebut dapat
dilihat hingga kini seperti Candi Borobudur yang dibangun pada masa Mataram
kuno, Situs Trowulan yang diperkirakan berasal pada masa majapahit abad 14,
hingga beberapa prasasti dan teks-teks kuno. Melihat peninggalan masa lampau
yang begitu banyak maka diperlukanlah suatu ilmu yang dapat merekonstruksi
peristiwa masa lampau. Ilmu tersebut adalah Histografi. Historiografi adalah ilmu yang mempelajari
praktik ilmu sejarah
B.
Rumusan
Masalah
A.
Apa pengertian Historiografi ?
B.
Bagaimana perkembangan Histografi di
Indonesia ?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Histografi
Historiografi adalah ilmu yang mempelajari praktik ilmu sejarah. Hal ini dapat
diwujudkan dalam berbagai bentuk, termasuk mempelajari metodologi sejarah dan perkembangan
sejarah sebagai suatu disiplin akademik. Istilah ini dapat
pula merujuk pada bagian tertentu dari tulisan sejarah. Sebagai contoh,
"historiografi Indonesia mengenai Gerakan 30 September selama rezim Soeharto" dapat merujuk
pada pendekatan metodologis dan ide-ide mengenai sejarah gerakan tersebut yang
telah ditulis selama periode tersebut. Sebagai suatu analisis meta dari deskripsi sejarah, arti ketiga ini
dapat berhubungan dengan kedua arti sebelumnya dalam pengertian bahwa analisis
tersebut biasanya terfokus pada narasi, interpretasi, pandangan umum,
penggunaan bukti-bukti, dan metode presentasi dari sejarawan lainnya.
B.
Perkembangan
Historiografi Indonesia
Arah baru perkembangan
historiografi Indonesia sejak tahun 1970an dan 1980an bermula. Tema-tema
bergeser dari sejarah orang-orang besar, tradisi besar ke sejarah orang-orang
kecil atau rakyat biasa. Disertasi Sartono Kartodirdjo mengenai pemberontakan
Banten tahun 1888 dengan perspektif yang Indonesia sentris selain membawa
perubahan dramatis terhadap pendekatan dan sumber-sumber yang digunakan, juga
telah memperoleh banyak pengikut, terutama dari para muridnya di universitas
Gajah mada dan para sejarawan Indonesia yang dididik di Belanda dalam program
kerjasama Indonesia Belanda. Sejarah pedesaan dengan berbagai tema
bermunculan, seperti gerakan petani, gerakan mesianis, peranan para bekel,
tanam paksa, dan studi berbagai komoditi pertanian seperti lada, tembakau,
kopi, untuk menyebut beberapa di antaranya, cukup memberikan variasi dan
diversifikasi yang kaya mengenai sejarah pedesaan Indonesia, Jawa dan luar
Jawa. Walaupun demikian, periodesasi yang dipilih cendrung periodesasi kolonial
dengan penggunaan sumber-sumber Belanda yang cukup dominan, tetapi dengan
pendekatan Indonesia sentris.
Kecendrungan menjadikan
pedesaan sebagai objek penelitian juga dilakukan oleh para Indonesianis baik
yang ada di Belanda, Australia, Amerika dan Jepang sendiri. Baik dalam rangka
memberikan respon terhadap teori involusinya Geertz mengenai petani Jawa maupun
reaksi terhadap pendekatan yang lebih sosiologis dari Jan Breman mengenai
desa-desa di Jawa yang statis, yang jelas tema-tema seperti kehidupan
masyarakat petani di perkebunan tebu oleh Robert Elson, kaitan pemetaan
geografis Jawa, lingkungan, dengan produksi pertanian, dan penduduk, oleh van
der Eng, konjunktur produksi tanaman pokok, perkembangan demografis dan ekonomi
pedesaan, diversifikasi ekonomi pedesaan Jawa oleh Boomgaard, kaitan antara
kemunculan elit dengan komersialisasi pertanian kopi di Sumatera Barat oleh
Elizabeth Graves, kontrol dan mobilisasi petani masa pendudukan Jepang oleh
Aiko Kurasawa, patut diakui sebagai arah baru yang kaya dalam perkembangan
historiografi Indonesia di era tahun 1980an. Apa yang patut dicatat dari
hasil-hasil penelitian mereka ini adalah tidak berlakunya involusi bagi seluruh
petani Jawa, dan melumpuhkan generalisasi yang dibuat sosiolog Belanda mengenai
masyarakat pedesaan Jawa yang tertutup dan statis sebelum kedatangan pemerintah
kolonial Belanda.
Tema-tema lain seperti sejarah intelektual
Islam dan perubahan sosial oleh Taufik Abdullah di Sumatera Barat tahun 1930an,
juga menandai diversifikasi historiografi Indonesia di era tahun 1970an.
Pengikutnya kalau boleh dikatakan demikian, sebagian besar juga telah melakukan
berbagai studi perkembangan intelektual Islam di berbagai daerah. Disertasi
Azumardi Azra mengenai jaringan tokoh-tokoh gerakan modernis Islam di
Sumatera Barat dengan dunia Arab, dan gerakan modernis Islam di Palembang oleh
Jeroen Peter (Belanda) misalnya cukup memberikan pengayaan mengenai tema
sejarah intelektual Islam Indonesia.
Dipelopori oleh A.B.
Lapian, sejarah maritim mulai dikembangkan. Sejarah mengenai bajak laut, raja
laut dan seterusnya kini sudah mengalami pergeseran yang lebih bervariatif dari
sudut permasalahan dan wilayah. Studi tentang bajak laut kini sudah mulai
mencakup kawasan Asia Tenggara dengan diterbitkannya buku Piracy in South East
Asia Tenggara tahun 2005 oleh Institut Asia Tenggara di Singapura. Tema-tema
juga mengalami variasi. Misalnya tema organisasi produksi nelayan di Jawa oleh
Masyhuri, di Pekalongan oleh Pudjo Semedi, dan sekelompok sejarawan Semarang
yang meneliti mengenai berbagai pelabuhan seperti perdagangan di pelabuhan
Makassar oleh Edward Polinggomang, buruh pelabuhan Makassar oleh M.Rasyid A,
pelabuhan Cilacap oleh Susanto Zuhdi, dan oleh sekelompok sejarawan dari
Universitas Diponegoro, Semarang (Singgih, Agus Supriyono, Endang Susilowati
dan Indrianto) telah dan sedang mempelajari peranan Laut Jawa, pelabuhan
Semarang, Banjarmasin, dan Surabaya. Dilihat dari tema, wilayah dan
periodesasi, pergeseran sudah mulai terjadi, meskipun masih kecil, tidak hanya
berfokus pada periode kolonial, akan tetapi juga melampaui batas regim. Sebuah
studi longue duree masyarakat
maritim, masyarakat nelayan dan masyarakat pelabuhan, sudah muncul.
Tema-tema lain seperti
sejarah perburuhan baik buruh di sektor pertambangan, perkebunan, buruh
perkotaan, dan buruh di perusahaan-perusahaan lain, studi tentang gender untuk
menyebut beberapa di antaranya, mulai dikembangkan di Indonesia. Misalnya
proyek penelitian Urban Workers: Change and Continuity in Indonesia (1930-1965)
yang sedang dalam proses penyelesaian akhir, kerjasama dengan Nederlands
Instituut voor Oorlog Documentatie, Belanda. Fokus perhatian tidak hanya
pada buruh di sektor formal, akan tetapi juga pada orang-orang yang bekerja di
sektor informal seperti pembantu, dan tukang becak. (Saptari 2005; Erwiza Erman
2005). Sayangnya dalam paper yang terbatas ini penulis tidak akan memetakan
seluruh perkembangan historiografi Indonesia mutakhir secara rinci berdasarkan
tema-tema, periodesasi, pendekatan yang digunakan serta sumber-sumber yang
dipakai.
Persoalannya kemudian tidak
hanya pada masalah bagaimana memperoleh sumber informasi baik tertulis maupun
lisan, akan tetapi juga terletak pada bagaimana merumuskan
pertanyaan-pertanyaan. Nampaknya pertanyaan-pertanyaan yang diajukan terhadap
sumber informasi atau terhadap karya-karya sejarah yang sudah diterbitkan masih
konvensional. Persoalan merumuskan pertanyaan juga menyangkut persoalan
pendekatan atau metodologis. Pertanyaan-pertanyaan baru akan bisa muncul, jika
para sejarawan juga berdialog dengan ilmuwan sosial yang lain. Sayangnya,
kondisi seperti itu jarang terjadi di kalangan sejarawan, tidak hanya di
Indonesia, akan tetapi juga di negeri Belanda. Dialog antar disiplin kurang
berkembang. Di dalam komunitas ilmuwan Belanda yang lebih luas khususnya
ilmuwan sosial-tetap ada pikiran bahwa sejarah terdiri dari pekerjaan
meluruskan fakta, sejenis pekerjaan jurutulis tingkat tinggi. Kini di
Indonesia, diskusi-diskusi mengenai ‘meluruskan sejarah’ sedang berkembang,
khususnya sejak jatuhnya rezim Orde Baru dan bermulanya era reformasi.
Meluruskan sejarah terutama dari kelompok yang kalah dan dirugikan pada masa
peralihan politik Orde Lama ke Orde Baru, kini sedang berlangsung oleh kelompok
tersebut dan juga menjadi debat-debat di kalangan sejarawan profesional sendiri
yang ikut sebagai jurutulis tingkat tinggi dan yang tidak.
Terlepas dari problem
meluruskan fakta sejarah atau semacam pekerjaan jurutulis tingkat tinggi,
tema-tema baru yang nampak dalam perkembangan historiografi Indonesia sejak
akhir tahun 1980an dan 1990an menuntut informasi yang lebih bervariasi yang
belum tentu dapat ditemukan dalam sumber-sumber tertulis. Penggunaan
sumber-sumber lisan merupakan alternatif penting. Sebelum menjelaskan
penggunaan sumber-sumber lisan dalam historiografi Indonesia umumnya dan
problem yang dihadapi, uraian di bawah ini akan memfokuskan perhatian pada
perkembangan historiografi sejarah lisan baik di luar dan di Indonesia sendiri.
1.
Historiografi Pasca Kemerdekaan
Penulisan sejarah pada masa
pasca kemerdekaan didominasi oleh penulisan mengenai peristiwa-peristiwa yang
masih hangat waktu itu, yaitu mengenai perjuangan bangsa Indonesia dalam
memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan. Pada masa ini penulisan sejarah
meliputi beberapa peristiwa penting, misalnya proklamasi kemerdekaan Indonesia
dan pembentukan pemerintahan Republik Indonesia. Kejadian-kejadian sekitar
proklamasi kemerdekaan Indonesia yang meliputi sebab-sebab serta akibatnya bagi
bangsa ini merupakan sorotan utama para penulis sejarah.
Fokus penulisan sejarah
pada masa ini juga mengangkat tentang tokoh-tokoh pahlawan nasional yang telah
berjasa dalam memperjuangkan kemerdekaan dan bahkan banyak biografi-biografi
tokoh pahlawan nasional yang diterbitkan misalnya saja Teuku Umar, Pangeran
Diponegoro, atau Imam Bonjol. Selain biografi tentang pahlawan nasional, banyak
juga ditemui tulisan mengenai tokoh pergerakan nasional seperti Kartini, Kiai
Haji Wahid Hayim. Biografi-biografi tersebut diterbitkan dimungkinkan karena
alasan untuk menumbuhkan rasa nasionalisme diantara kalangan masyarakat. Pada
kondisi dimana sebuah Negara besar berdiri, nasionalisme sangatlah penting
mengingat masih betapa rapuhnya sebuah Negara tersebut seperti bayi yang baru lahir,
sangat rentan terhadap penyakit baik dari dalam maupun dari luar. Dan
nasionalisme menjaga keutuhan sebuah Negara tersebut agar tetap tegar dan
tumbuh menjadi sebuah Negara yang makmur dikemudian hari.
Pada masa ini mulai muncul
lagi penulisan sejarah yang Indonesia sentris yang artinya penulisan sejarah
yang mengutamakan atau mempunyai sudut pandang dari Indonesia sendiri. Pada
masa sebelumnya yaitu masa kolonial, penulisan sejarah sangat Eropa sentris
karena yang melakukan penulisan tersebut adalah orang-orang eropa yang
mempunyai sudut pandang bahwa orang Eropa merupakan yang paling baik.
Pada masa kemerdekaan ini penulisan sejarah telah dilakukan oleh bangsa sendiri
yang mengenal baik akan keadaan Negara ini, jadi dapat dipastikan bahwa isi dari
penulisan tersebut dapat dipercaya. Penulisan sejarah yang Indonesia sentris
memang sudah dimulai jauh pada masa kerajaan-kerajaan, tetapi kemudian ketika
bangsa barat masuk ke Indonesia maka era penulisan sejarah yang Indonesia
sentris mulai meredup dan digantikan oleh historiografi yang eropa
sentris.
Penulisan sejarah tentu
saja berisi mengenai peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa lalu, dan tentu
saja sangat berkaitan erat dengan tokoh yang menjadi aktor atau pelaku sejarah
tersebut. Pada peristiwa proklamasi kemerdekaan Indonesia yang menjadi sorotan
utama adalah tokoh nasional yang sering disebut sebagai Dwitunggal yaitu
Soekarno dan Moh. Hatta. Dua tokoh inilah yang menjadi tokoh utama dalam
peristiwa proklamasi tersebut, disamping tentu saja sangat banyak tokoh-tokoh
lain yang turut berperan dalam peristiwa tersebut.
2.
Historiografi Indonesia Modern
Historiografi
Indonesia mengalami perkembangan dari segi tema, wilayah dan periodesasi dan
pendekatan. Mulai dari tema petani, pedesaan, lalu berkembang sejarah
intelektual, masyarakat maritim, perkotaan, hubungan kerja di berbagai sektor
ekonomi formal dan informal. Periodesasi tidak lagi semata-mata menitikberatkan
pada sejarah kolonial, akan tetapi mulai melakukan pendekatan studi yang longue
duree ala Braudel, dari periode kolonial sampai ke periode Orde Baru, dengan
wilayah yang tidak lagi terkonsentrasi pada Jawa, akan tetapi sudah mulai
merambah daerah luar Jawa.
Historiografi Indonesia
modern dimulai sejak diselenggarakannya Seminar Sejarah Nasional Indonesia di
Yogyakarta dimulai pada tahun 1957. Semenjak itu penulisan sejarah Indonesia
mengenai peristiwa-peristiwa yang terjadi di Indonesia ditulis oleh orang Indonesia
sendiri. Sehingga dengan demikian dapat dilihat perkembangan Indonesia-sentris
yang mulai beranjak. Tentu saja hal ini sangat berpengaruh bagi perkembangan
sejarah itu sendiri. Berbagai peristiwa yang terjadi di Indonesia ditulis oleh
orang Indonesia sendiri, dengan demikian tentu saja objektivitasnya dapat
dipertanggung jawabkan karena yang menulis sejarah adalah orang yang berada
pada saat peristiwa tersebut terjadi atau setidaknya
Pada masa ini juga terdapat
terobosan baru, yaitu munculnya peranan-peranan rakyat kecil atau wong cilik
sebagai pelaku sejarah yang bisa dibilang diperopori oleh Prof. Sartono
kartodirjo. Semenjak itu khasanah historiografi Indonesia bertambah luas.
Selama ini penulisan sejarah boleh dikatakan didominasi oleh para tokoh-tokoh
besar saja seperti para pahlawan kemerdekaan, ataupun tokoh politik yang
berpengaruh. Hal tersebut tentu saja tidak jelek, karena pada masa itu yaitu
sekitar kemerdekaan, bisa dibilang historiografi dipakai sebagai pemicu rasa
nasionalisme ditengah-tengah masyarakat yang baru tumbuh. Oleh karena itu pada
masa itu historiografi hanya berisi mengenai biografi dan penulisan tentang
tokoh-tokoh besar saja.
Perpindahan pandangan
penulisan sejarah yang semula Eropa-sentris menuju Indonesia-sentris tentu saja
sangat berpengaruh bagi perkembangan historiografi selanjutnya. Karena pada
masa penjajahan Belanda historiografi Indonesia memiliki ciri Eropa-sentris
yaitu lebih memadang bangsa Eropa sebagai yang paling baik, dan bangsa diluar
tersebut adalah tidak baik. Tetapi dengan berubahnya pandangan menjadi
Indonesia-sentris memungkinkan bangsa Indonesia tidak lagi dipandang sebagai
bangsa rendahan. Perkembangan yang terlihat pada penulisan sejarah Indonesia
adalah kata-kata pemberontakan yang dahulu sering ditulis oleh para sejarawan
Eropa kini berganti menjadi perlawanan atau perjuangan hal tersebut logis
karena sebagai bangsa yang terjajah tentu saja harus melawan untuk mendapatkan
kemerdekaan dan kebebasan.
Tetapi pada perkembangan
setelah Seminar Sejarah tahun 1957 muncul beberapa permasalahan yang tampaknya
cukup mengganggu, yaitu para sejarawan cenderung hanya mengekor pada tradisi
historiografi kolonial, dalam artian para sejarawan tidak dapat memanfaatkan
tradisi keilmuan sosial dalam melakukan penelitian sejarah. Pada permasalahan
selanjutnya adalah sejarawan seringkali hanya memfokuskan pada persoalan
Indonesia saja, padahal ada persoalan besar yang berkaitan dengan dunia secara
global. Tetapi tentu saja hal tersebut kemudian menjadi bahan refleksi untuk
perkembangan historiografi selanjutnya.
BAB
III
PENUTUP
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sejarah bukan semata-mata
rangkaian fakta belaka, tetapi sejarah adalah sebuah cerita. Cerita yang
dimaksud adalah penghubungan antara kenyataan yang sudah menjadi kenyataan
peristiwa dengan suatu pengertian bulat dalam jiwa manusia atau pemberian
tafsiran/interpretasi kepada kejadian tersebut (R. Moh. Ali, 2005: 37). Dengan
kata lain penulisan sejarah merupakan representasi kesadaran penulis sejarah
dalam masanya ( Sartono Kartodirdjo, 1982: XIV ). Secara umum dalam metode
sejarah, penulisan sejarah (historiografi) merupakan fase atau langkah akhir
dari beberapa fase yang biasanya harus dilakukan oleh peneliti sejarah.
Penulisan sejarah (historiografi) merupakan cara penulisan, pemaparan, atau
pelaporan hasil penelitian sejarah yang telah dilakukan (Dudung
Abdurrahman,1999:67).
Historiografi adalah ilmu yang mempelajari praktik ilmu sejarah.
Hal ini dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk, termasuk mempelajari metodologi sejarah dan perkembangan sejarah
sebagai suatu disiplin
akademik. Istilah ini dapat pula merujuk pada bagian tertentu
dari tulisan sejarah. Sebagai contoh,
"historiografi Indonesia mengenai Gerakan
30 September selama rezim Soeharto" dapat merujuk
pada pendekatan metodologis dan ide-ide mengenai sejarah gerakan tersebut yang
telah ditulis selama periode tersebut. Sebagai suatu analisa meta dari deskripsi sejarah, arti ketiga ini
dapat berhubungan dengan kedua arti sebelumnya dalam pengertian bahwa analisa
tersebut biasanya terfokus pada narasi, interpretasi,
pandangan umum, penggunaan bukti-bukti, dan metode presentasi dari sejarawan
lainnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Anggar Kaswati. 1998. Metodelogi Sejarah dan Historiografi. Yogyakarta:
Beta Offset.
H.J. De Graaf. 1971. Historiografi Hindia Belanda.
Jakarta: Bharatara.
Kuntowijoyo. 2003. Metodologi Sejarah: edisi Kedua.
Yogyakarta: tiara Wacana.
Purwanto,B. 2006. Gagalnya Historiografi Indonesiasentrs?!. Yogyakarta:
Ombak.
Rohaedi,A.
1985. Historiografi Daerah: Sebuah Kajian Bandingan. Jakarta:
Depdiknas.
Sartono kartodirdjo.
1982. Pemikiran dan Perkembangan Historiograrfi Indonesia: Suatu Alternatif.
Jakarta: Gramedia.
Sartono Kartodirdjo. 1968. Jurnal
Lembaran Sejarah: Beberapa Vasal dari Historiografi Indonesia.
Jogjakarta: Kanisius.
Sartono Kartodirdjo. 1984. Pemberontakan
Petani Banten 1888: Kondisi jalan Peristiwa, dan Kelanjutannya.
Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya
Soedjatmoko,dkk.1995. Historiografi Indonesia Pengantar.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
End Of Post